LOKAWARTA.COM,JAKARTA-Kendati telah menguasainya, investor atau pengembang tidak bisa membangun perumahan maupun kawasan industri di Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang telah ditetapkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“LSD inilah yang jadi dasar sebelum diterbitkannya sertifikat atas lahan yang dikuasai oleh pengembang,” kata Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional T Hari Prihartono, Rabu (31/8/2022).
Kementerian ATR/BPN sebelumnya telah menetapkan aturan LSD di sejumlah kabupaten/kota dan provinsi. Penetapan LSD diharapkan dapat mengendalikan alih fungsi lahan sawah dan memenuhi ketersediaan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Kebijakan itu tercantum dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ATR/Kepala BPN Nomor 1589/Sk-Hk 02.01/XII/2021 tentang Penetapan LSD di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dengan begitu, permasalahan LSD tidak bisa diselesaikan di tingkat kantor pertanahan (kantah) di daerah, melainkan pusat, yakni Kementerian ATR/BPN, karena menyangkut kebijakan tata ruang. Selain itu, Menteri ATR/Kepala BPN perlu koordinasi dengan kementerian terkait soal pengaturan lahan hijau tersebut.
Sebelumnya, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menerima audiensi Asosiasi Pengembang Perumahan Subsidi Indonesia (Apersi). Hadi berkomitmen mengutamakan kepentingan rakyat dan kebaikan bersama, termasuk kepastian hukum bagi para pelaku bisnis, terutama pengembang perumahan subsidi.
Dia berharap pengembang anggota terus memberikan masukan terkait kendala yang menyangkut Kementerian ATR/BPN. “Ini karena yang berada di lapangan adalah pengembang perumahan. Apalagi Apersi adalah pengembang yang fokus membangun rumah susbidi,” jelasnya.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |