SOLO,LOKAWARTA.COM-Kredit macet atau nonperforming loan (NPL) perbankan di Solo Raya terbilang terlalu tinggi, angkanya mencapai 10,23 persen pada September 2024.
Jumlah itu naik cukup besar dibanding di bulan yang sama tahun sebelumnya atau year on year (yoy) sebesar 8,67 persen. Padahal ketentuan Bank Indonesia (BI) ambang batas NPL sebesar 5 persen.
Faktor penyebab NPL, menurut Kepala OJK Solo Eko Hariyanto, dari sisi eksternal karena dampak relaksasi Covid-19 yang telah selesai masih membayangi kondisi usaha debitur yang belum pulih. Kondisi itu, masih diikuti adanya penurunan bisnis tekstil di Solo Raya yang sedikit banyak berdampak pada supply chain atau usaha pendukungnya.
Selain itu dari sisi internal perlu penguatan dari aspek analisis 5C terutama perhitungan repayment capacity (RPC) yang harus dianalisis dengan cermat. “Semakin longgar analisis RPC maka risiko kredit semakin tinggi,” kata Eko Hariyanto, Sabtu (30/11/2024).
Dalam gathering bersama media di Solo Raya sebelumnya, Kamis (28/11/2024), Eko Hariyanto mengatakan, kinerja perbankan di Solo Raya masih tetap positif dan terjaga. Aset naik 2,45 persen menjadi Rp 120,53 triliun dari sebelumnya Rp117,65 triliun.
Meski kecil, kredit/pembiayaan perbankan juga tumbuh, yakni 0,16 persen atau mengalami peningkatan sebesar Rp 171 miliar. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga meningkat 4,34 persen menjadi Rp 97,88 triliun. Untuk likuiditas, untuk September 2024 masih terjaga dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) pada angka 108,33 persen,” kata Eko Haryanto
Eko melanjutkan, penyaluran kredit perbankan berdasarkan sektor ekonomi masih didominasi di sektor perdagangan besar dan eceran, sebesar Rp27,58 triliun dan kredit untuk industri pengolahan Rp 27,52 triliun.
“Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit terbesar dalam bentuk kredit modal kerja sebesar Rp60,05 triliun dan berdasarkan jenis usaha adalah kredit untuk kategori bukan UMKM sebesar Rp57,88 triliun,” jelas Eko.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |