“Dalam suksesi di Mangkunegaran ini tidak boleh benthet atau menimbulkan keretakan. Lebih baik memikirkan bagaimana Mangkunegaran ini berkembang dengan budayanya. Karena negarasebetulnya bergantung dengan budaya,” kata Susanto.
Beda dengan sejarawan Susanto, budayawan ST Wiyono mengatakan, kedua pangeran Mangkunegaran, GPH Paundrakarna Jiwa Suryanegara dan GPH Bhre Cakrahutomo Wirasudjiwo bisa memimpin Mangkunegaran bersama-sama.
Paundra yang lebih tua bisa menjadi Mangkunegara X dan Bhre bergelar Pangeran Prangwedana. “Akan lebih baik kalau keduanya bisa nyawiji (bersatu), atau bersedia urut kacang, Mas Paundra dulu, tapi Bhre jadi Prangwedana,” kata St Wiyono.
Baca Juga : First Media Jangkau 23 Kota Layani 2,8 Juta Pelanggan
Dalam sejarah suksesi di Mangkunegaran, lanjut St Wiyono, pewaris takhta tidak bisa langsung bergelar Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara sebelum berusia 40 tahun. Sebelum berusia 40 tahun, gelar yang diperoleh ialah Pangeran Adipati Aryo Prangwedana. Usia Bhre pun kini belum mencapai 30 tahun.
Jika keduanya bisa bersama memimpin, akan ada pembagian tugas. Tugas itu antara lain masalah pemerintahan, kebudayaan, hingga perekonomian. “Dulu ada semacam pembagian tugas, apakah tidak bisa dilakukan sekarang? Kalau mungkin, bisa dibagi urusan pemerintahan, kebudayaannya, hingga masalah ekonomi,” ungkap dia.
Sementara itu, sejarawan UGM Yogyakarta Suhartono Wiryopranoto punya pendapat pribadi. Ia mengatakan, dalam kultur Jawa, ada budaya patriarki, artinya harus laki-laki. Menurut dia, bisa putra dari permaisuri ataupun bukan.
Baca Juga : Eko Budi Prasetyo Buka Suara, Tak Diterima Dituding Intervensi Batalkan Konferwil IPPAT Jawa Tengah
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |