SOLO,LOKAWARTA.COM-Ketua Forum PSP Jateng-DIY Kristian Hardianto mengajak para komisaris dan atau para pemegang saham untuk mengelola Bank Perekonomian Rakyat (BPR) secara profesional dengan menciptakan atau mempertahankan budaya kerja yang baik.
Hal itu disampaikan ketika menjadi pembicara dalam diskusi dari hati ke hati Tantangan BPR/BPRS Pasca UUP2SK bersama Forum PSP (Pemegang Saham Pengendali) KR Jateng-DIY yang diselenggarakan Pesakom Solo Raya, Selasa (10/10/2023).
Kristian Hardianto yang juga Komisaris Utama BPR Gunung Rizki mengatakan, jika tidak mau mengelola dengan baik mending BPR itu dijual saja, dari pada nanti ditutup dan tidak dapat apa-apa, sebab tantangan BPR ke depan begitu berat.
Hal senada dikatakan Ketua Umum Forum PSP Jateng-DIY Arum Riyana, yang juga dihadirkan sebagai pembicara dalam forum. “Kalau mau dijual sebaiknya dalam kondisi baik, jangan apa adanya nanti harganya bisa jatuh,” kata Arum Riyana.
Lebih lanjut Kristian Hardianto mengatakan, dalam mengelola BPR atau perusahaan secara profesional, alangkah baiknya menciptakan budaya kerja yang baik daripada hanya gonta-ganti pimpinan BPR atau pimpinan perusahaan.
Ia mencontohkan, di tubuh TNI dan Polri itu setiap saat bisa gonta-ganti Panglima TNI atau Kapolri, tapi personel TNI dan polisi itu tetap bekerja secara profesional, semangat, dan disiplin sesuai garis komando. Itu terjadi karena di tubuh TNI dan kepolisian sudah tercipta budaya kerja yang baik dan profesional.
“Anda tahukan BCA, bank itu pernah dipimpin Mochtar Riyadi. Setelah tidak menjabat, Mochtar Riyadi mendirikan Lippo Bank, Tapi apa yang terjadi selanjutnya, BCA yang sudah punya budaya kerja yang baik tetap berdiri kokoh sampai sekarang sedang Lippo Bank hilang tanpa bekas,” kata Kristian memberi contoh.
“Karena itu, mari kita ciptakan budaya kerja yang baik dan profesional di BPR/BPRS kita masing-masing. Dan tidak kalah penting adalah sumber daya manusia yang berkualitas serta punya attitude yang baik,” Kristian.
Menurut dia, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan BPR/BPRS, tanpa mengesampingkan hal-hal lainnya. Yakni menjaga NPL (non performing loan) atau kredit bermasalah tetap rendah, outstanding kredit yang stabil dan atau cukup tinggi, serta realisasi kredit yang kontinu.
“Tiga ini yang penting, yakni NPL, outstanding, dan realisasi kredit. Pengalaman saya mengelola 7 BPR membuktikan. Soal DPK dan aset, itu hal yang tidak begitu rumit,” kata dia.
Sementara itu, diskusi dari hati ke hati Tantangan BPR/BPRS Pasca UUP2SK bersama Forum PSP KR Jateng-DIY yang dihadiri para komisaris BPR/BPRS berlangsung seru. Muncul pertanyaan tajam dalam forum tersebut, demikian juga pernyataan cerdas.
“Saya minta teman-teman BPR tetap rukun, tidak ribut, dan tidak bertengkar. Kalau bertengkar, kita yang akan rugi dan pihak lain (bank umum) yang akan memenangkan,” kata Junaidi, komisaris BPR Mitra Pandanaran Mandiri, Boyolali.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |