Tiga Pimpinan Asosiasi Perumahan Bertemu, Keluhkan Kebijakan LSD yang Dinilai Hambat Investasi

28 Maret 2022, 10:18 WIB

LOKAWARTA.COM,SUKOHARJO-Tiga pimpinan asosiasi perumahan di Solo Raya bertemu, Minggu (27/3/2022). Yaitu, Ketua Apernas Soloraya Budiyono, Sekretaris Apersi Soloraya Samari, dan wakil ketua REI Jateng Anthony AH Prasetyo.

Dalam perbincangan dengan jurnalis beberapa jam, para pimpinan asosiasi perumahan tersebut mengeluhkan kebijakan lahan sawah dilindungi (LSD). Mereka bertiga menilai, kebijakan LSD tidak pro investasi atau menghambat investasi.

Selain itu, LSD yang mengacu pada Surat Keputusan (SK) Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN) itu dinilai melanggar aturan karena menabrak Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan pemda.

Bagaimana nalarnya, Perda RTRW yang merupakan produk hukum yang proses pembuatannya cukup lama dan rumit bisa dikalahkan oleh Surat Keputusan Kepala BPN.

“Dalam penentuan jenis lahan, kalau ada dua kebijakan yang bertentangan mestinya dikembalikan pada Undang Undang Cipta Kerja,” tandas Budiyono.

Hal senada dikatan Anthony AH Prasetyo. Mantan ketua REI Solo Raya itu mengatakan, lantaran terkena LSD, banyak lahan kuning yang telah ditetapkan dalam Perda RTRW bisa berubah menjadi hijau.

Akibatnya, di lahan itu tidak bisa untuk dibangun perumahan atau industri. “Ini yang namanya menghambat investasi,” kata Anthony.

Baik Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (Apernas), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), maupun Real Estate Indonesia (REI) berharap, kepala daerah turun tangan dalam masalah tersebut.

Sebab kalau tidak disikapi, maka investasi di daerah akan terhambat, pembangunan di daerah akan terhambat, dan sudah barang tentu pertumbuhan ekonomi juga akan terhambat.

“Kalau membaca di media, pimpinan daerah di Solo Raya ini baru Bupati Sragen yang sudah bersikap terkait dengan kebijakan LSD ini,” kata sekretaris Apersi Solo Raya Samari.

Lebih lanjut para pengembang perumahan itu menilai, belakangan ini kebijakan pemerintah pusat cukup mengganggu bisnis properti di daerah.

Mulai dari kebijakan perubahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang tidak didukung kediapan sumber daya manusia dan tegulasi (Perda) di daerah kemudian pemberlakuan BPJS Kesehatan dalam transaksi jual beli tanah dan bangunan.

Dan yang terakhir, kebijakan tentang lahan sawah dilindungi atau LSD. “Sebenarnya potensi market perumahan di Jawa Tengah, khususnya di Solo Raya masih cukup besar. Hanya saja penjualannya terganggu kebijakan-kebijakan seperti itu,” kata Anthony.

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait