Tugu Muda dan Sejarah Pertempuran 5 Hari di Semarang…

26 Oktober 2024, 12:04 WIB

LOKAWARTA.COM-Sejumlah warga memadati area Tugu Muda Semarang, Rabu (15/10/2024). Mereka antusias dan penuh semangat menonton pentas treatikal yang dihelat dalam rangka memperingati pertempuran lima hari dan mengenang jasa serta pengorbanan pejuang masa lampau. 

Pagelaran teatrikal tersebut mengajak mengajak warga Semarang, terutama yang menonton untuk merasakan jiwa dan semangat dalam peristiwa sejarah yang mengugah emosi. Peristiwa pertempuran lima hari di Semarang merupakan bagian dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah yang masih ingin menduduki wilayah Semarang. 

Sebagai pengingat akan sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang kemudian diabadikanlah melalui pendirian sebuah monumen, yaitu Tugu Muda, yang terletak di pusat ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Setiap tahun pula, sebagai wujud untuk memperingati keberhasilan mempertahankan Semarang, dilaksanakan pula pagelaran yang megah bahi masyarakat umum.

Yakni berupa teatrikal pertempuran lima hari guna mengenang jasa jasa para pejuang serta memperkenalkan sejarah dengan cara menarik untuk kalangan generasi muda. Sehingga mengetahui ada salah satu peristiwa sejarah yang patut untuk diketahui. Lalu bagaimanakah peristiwa pertempuran lima hari di Semarang ini dapat terjadi.

Pertempuran 5 Hari di Semarang

Peristiwa diawali dari kondisi Indonesia yang masih belum bisa dikatakan stabil setelah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Pada masa itu, Jepang yang telah kalah dalam Perang Dunia 2 mulai mengosongkan kedudukannya di Indonesia dan kemudian pasukan Sekutu datang dengan tujuan untuk melucuti senjata dan memulangkan para mantan tentara Jepang yang tersisa karena belum bisa pulang ke negaranya dan diarahkan menjadi pekerja di berbagai sektor salah satunya industri manufaktur.

Pertempuran lima hari Semarang atau disebut juga dengan Pertempuran Semarang terjadi pada tanggal 15 – 19 Oktober 1945, yang melibatkan rakyat Semarang yang pernah menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat dan Pemuda melawan pasukan Jepang dari Angkatan Darat ke-16. 

Awal mula pemicu pertempuran ini dilatarbelakangi oleh penyerangan kepada polisi oleh 400 mantan tentara Jepang yang bekerja di pabrik gula Cepiring pada pukul 20.30, yang mana awalnya mereka akan dipindahkan ke Semarang (penjara bulu) dan berakhir melarikan diri ke arah Jatingaleh, kemudian bergabung bersama pasukan Kidobbutai yang dipimpin oleh Mayor Kido. 

Pada tanggal yang sama pula yaitu 14 Oktober 1945 terjadi peristiwa yang semakin menyulut api amarah rakyat Semarang yaitu terbunuhnya Kepala Laboratorium Malaria Pusat Rumah Sakit Rakyat (PURUSARA), dr. Kariadi, yang tewas  karena ditembak tentara Jepang saat dalam perjalanan melaksanakan tugas pemeriksaan Resevoir Siranda di Candi Lama, tepatnya di Jalan Pandanaran.

Sebelum kejadian tertembaknya dr. Kariadi terdapat dugaan bahwa Jepang telah meracuni sumber air minum reservoir di Candi Baru dan Jepang membuat skema tuduhan bahwa dr. Kariadi-lah yang menjadi dalang dalam meracuni air minum, yang kemudian dibantah pernyataan tersebut oleh dr. Kariadi dengan pembuktian melakukan perjalanan ke reservoir untuk memeriksa sumber air tersebut, namun, pada akhirnya yang ditemukan adalah tewasnya dr. Kariadi. 

Tanggal 15 Oktober menjadi awal pertempuran lima hari  di Semarang, dengan pasukan dari Mayor Kido melakukan pergerakan secara diam-diam mengerahkan 1.000 personel, dilengkapi perlengkapan tempur lengkap. Mereka mulai bergerak melewati Candi Lama dan berhasil menyerang markas TKR Jombang dan Bangkong serta menangkap pemuda untuk di eksekusi kemudian.

IMG 20241026 115015

Pertempuran semakin meluas, Jepang berhasil menguasai daerah Semarang, mulai dari Semarang Timur, Candi Lama, Candi Baru, Simpang Lima dan Pandanaran. Kemudian dari pemuda yang terdiri dari TKR, Polisi Istimewa, dan Angkatan Muda menyerbu pasukan Jepang yang menduduki Pasar Johar dan berhasil menyelamatkan orang Indonesia yang menjadi tawanan Jepang di Sekolah Kepandaian Putri di Sayangan. 

Pada 16 Oktober 1945, penjara Bulu berhasil direbut oleh Jepang dan mulai melakukan eksekusi secara besar-besaran kepada tawanan. Keesokan hari, Gubernur K.R.M.T. Wongsonegoro dibawa ke Penjara Bulu untuk melihat mayat pasukan Jepang dan mengumumkan kesepakatan damai untuk genjatan senjata sesuai kesepakatan antara Presiden Sukarno dan Panglima Legiun Jepang dalam perundingan di Candi Baru. Namun, dalam kenyataannya pasukan Jepang masih tetap menyerang pasukan TKR yang bertahan di Jatingaleh dan Gombel. 

Tanggal 18 Oktober 1945, pertempuran masih terus terjadi di beberapa wilayah. Sampai pada saat kapal yang membawa tentara Sekutu (Inggris) berlabuh di Semarang  tanggal 19 Oktober 1945 pukul 07.45, dan menurunkan pasukan brigader Inggris- India (HMS Glenroy) di bawah komando Brigadir Bethell. Tujuan dari kedatangan tentara Inggris adalah untuk mengurus tawanan perang dan pasukan Jepang yang masih berada di Jawa Tengah. 

Setelah melewati pertempuran selama lima hari tersebut, akhirnya pada 20 Oktober 1945, diadakan perundingan antara Kasman Singodimedjo dan RM Sartono sebagai perwakilan Indonesia, Komandan Pasukan Jepang Letnan Kolonel Nomura sebagai perwakilan pasukan Jepang, serta dari pihak Sekutu yang diwakili Brigadir Jenderal Bethell. Perundingan menghasikan perjanjian berhentinya penyerangan dan meminta pasukan Jepang untuk membebaskan orang Indonesia yang ditawan.

Tugu Muda Semarang

Melihat perjuangan para pemuda Semarang melalui pertempuran lima hari melawan tentara Jepang, maka dibangunkanlah sebuah monumen Tugu Muda sebagai bentuk peringatan bagi para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan.  Pada 28 Oktober 1945, dimulailah peletakkan batu pertama untuk Pembangunan Tugu Muda oleh Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro. Namun, karena terjadi Agresi Militer pertama yang dilakukan tentara Belanda bersama Netherland Indies Civil Administration (NICA) dan Rehabilitation of Allied Prisoners of Wars and Interness (RAPWII), bangunan Tugu Muda terpaksa dibongkar. 

Pembangunan Tugu Muda dicetus kembali pada tahun 1949 oleh Badan Koordiasi Pemuda Indonesia. Mulai dibangun dengan peletakkan batu pertama dilakukan oleh R. Boedijono selaku Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 10 November 1951. Selang dua tahun, pada 20 Mei 1953 monumen Tugu Muda diresmikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia. Hari peresmian Tugu Muda juga bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional.  

Bentuk arsitektur Tugu Muda memiliki tiga bagian yaitu landasan, badan dan kepala. Bentuk dari Tugu Muda menyerupai lilin dengan api menyala di atasnya menggambarkan semangat yang gigih dari para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan tidak akan pernah padam. Pada bagian tiang atau tengah Tugu Muda berbentuk bambu runcing yang diibaratkan sebagai senjata yang digunakan oleh para pejuaung pada saat mempertahankan kemerdekaan. Bentuk bambu runcing pada tiang Tugu Muda sendiri berjumlah lima sebagai simbol Pertempuran Lima Hari di Semarang.

Bagian atas landasan terdapat dua lapisan yang di atas lapisan tersebut terdapat pula pahatan lambang lima sila Pancasila. Pada landasan Tugu Muda terdapat lima sangga yang melambangkan Pancasila dan di setiap sisi sangga tersebut memiliki relief yang berbeda satu sama lain karena menggambarkan bagian-bagian perjalanan perjuangan dari rakyat Semarang dalam melawan penjajah. 

Visualisasi dari monumen Tugu Muda tidak hanya dipandang sebagai tugu peringatan saja, namun, juga memiliki arti yang mendalam pada setiap bagian bangunannya. Nilai historis yang disajikan dalam bentuk ringkas menjadikan suatu hal yang berharga baik warga Semarang maupun kota lainnya untuk mengetahui dan mengenang jasa pejuang yang berani melawan penjajah dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang.(Shintya Ayunityas, mahasiswi Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang)

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait